Ceritaku ini murni isi hati, pikiranku, perasaanku yang belum pernah aku ungkap ke siapapun di hidupku, terkecuali ke suamiku, tapi saat ini blog ini menjadi suratan nyata ceritaku tentang suamiku.
Cerita ini hanyalah curhatan pengalaman pribadi, hanya isi hidupku yang mungkin belum pernah aku bagi ke siapapun, kecuali suamiku sendiri.
Cerita ini berawal dari sejak aku kecil sampai saat ini. Aku dibesarkan di keluarga yang cukup mampu, aku tidak tahu apakah ini menjadi salah satu aspek yang membuat aku tidak dekat dengan ibuku sendiri.
Sedari kecil, aku diurus oleh pembantu pribadi (belum babysitter jaman itu), yah aku memiliki pembantu yang khusus hanya untuk mengurus aku, dari makanan, tugas sekolah, anter les, mengurusku ketika aku sakit kecil ataupun besar, sampai isi tas sekolahku hanya mba tersebut yang tahu (sebut saja namanya mba R), mba R bekerja di rumahku selama 10 tahun, dari beliau berumur 16 tahun sampai beliau menikah dan memiliki anak, yah kira-kira aku diurus mba R dari sejak aku kelas 3 SD sampai SMP, sampai aku yang meminta orang tuaku untuk meminta mba R tidak mengikuti lagi kemanapun aku pergi. Sebelum mba R, tentunya aku diurus oleh pembantu yang lain. Walaupun aku tidak diurus mba R lagi setelah SMP, beliau tetap bekerja di rumahku.
Kalau hampir setiap anak perempuan selalu merasa ibu adalah sahabat pertama dan terbaik mereka, lain denganku. Ibuku bisa dibilang bukan sahabatku, sedari kecil ibu kuanggap seseorang yang tidak perhatian, tidak perduli, dan tidak hangat. ibuku menikah sangat muda, sehingga beliau pernah berkata kalau beliau kehilangan masa muda untuk bergaul dan bersosialisasi, sehingga ketika menikah dan langsung memiliki anak, beliau memiliki suami yaitu ayahku yang membebaskannya seperti burung, dimana beliau tidak mendapatkannya ketika masih bersama my grandma.
My grandma adalah seseorang yang sangat strict, grandma hampir tidak pernah mengijinkan anak perempuannya untuk bergaul atau bersosialisasi istilahnya kolot.
Sehingga setelah menikah, hal itu yang membuatnya menjadi Ibu yang selalu sibuk dengan teman-temannya, sibuk dengan urusan bersosialisasi, beliau tidak bekerja, hanya ibu rumah tangga biasa, tetapi beliau is "lucky enough" to have husband who can afford everything.
Kalau mungkin setiap orang mendapat "bully" pertama dari teman SD, atau SMP, aku mendapatkan "bully" pertama dan mungkin kesekian kalinya dari ibuku sendiri, mungkin tidak ia sadari, tapi tidak pernah kulupa sampai detik ini.
Aku tidak ingat kapan terakhir kali beliau memeluk atau menciumku, aku mencoba selalu mengingatnya, tapi tidak pernah aku bisa memanggilnya dari isi memory storage di otakku. Yang aku ingat hanya aku menggandengnya ketika aku masih kecil. Kalau ada kalimat yang bilang "kamu akan lebih mencintai ibumu ketika kamu memiliki anak" TERNYATA ketika aku memiliki anak, aku malah semakin bertanya tanya kepada diri sendiri kenapa ibuku seperti itu, kenapa aku tidak seperti itu terhadap anakku sendiri, kenapa aku tidak tega melakukan Action A, atau Action B kepada anakku sendiri? Dan membuat aku semakin bertolak belakang dengan kalimat tersebut dengan kata2 yang LEBIH MENCINTAI ketika aku memiliki anak, malah membuat "mataku" lebih terbuka lagi.
Aku tidak pernah memiliki komunikasi yang baik dengan ibu, semua kakak perempuanku memiliki hal yang hampir serupa. Sulit sekali untuk bercerita dengan ibuku, ibu tidak pernah di pihakku, tidak pernah mengerti aku, selalu merasa aku salah, merasa aku "not good enough, not smart enough, not a good one". Sampai aku sebesar ini, ibu bukanlah sumber tempat isi hatiku, bukanlah orang yang "i can look up to". Ibuku tidak pernah mencari aku, kalau aku tidak mencarinya. Semua harus selalu dimulai dari aku, aku yang harus meneleponnya, aku yang harus selalu mencarinya, ibu tidak akan pernah mencari diriku, kecuali beliau memiliki kepentingan yang harus aku urus atau bantu.
Sampai saat aku hamil, dia tidak pernah bertanya bagaimana kandungannya, apa yang mami bisa bantu dsbgnya, kecuali AKU yang menghubunginya dulu, baru sometimes dia bertanya basa basi, dan itu terus berlanjut sampai aku melahirkan dan mengurus anakku.
Karena tinggal di negeri orang, aku mengurus seluruh kebutuhan kedua anakku hanya dengan kedua tanganku, tidak ada yang membantu sama sekali, ibu hanya sesekali menjenguk walaupun kita tinggal di negara yang sama pada saat itu.
Suamiku tahu ini semua dan diapun merasa sangat aneh dengan sikap ibuku. Sampai suami pernah bertanya "is she your real mother?" Hanya suami yang percaya tentang ceritaku, mungkin semua tidak akan percaya, tapi suamiku yang melihat sendiri dan mengetahui sangat paham. Aku tidak mau menceritakan hubungan kakakku dan ibuku, karena itu bukan hak dan bagianku.
Singkat cerita, aku bertemu suamiku ketika aku tinggal di USA, kita bekerja di tempat yang sama, disitu aku merasa ANEH. Aneh kenapa? Aku tidak pernah merasakan RASA DIMENGERTI, RASA DICINTAI, DAN RASA DIPERCAYA SEMUA CERITAKU. Suamiku bukanlah pacar pertamaku, tentu saja aku pernah merasakan mantan mantan yang baik walaupun tidak berakhir di pelaminan.
Suamiku adalah orang yang sangat amat pengertian, dan perhatian. Tentu saja dia tidak sempurna, tapi dia memiliki beberapa karakter yang aku tidak pernah dapatkan sedari aku lahir, aku merasa sangat dimengerti, sangat dihargai, dan sangat diperhatikan, setelah menikah, perhatiannya semakin bertambah.
Tentu saja, rumah tangga kami tidak selamanya adem, banyak berantemnya, karena suami juga mudah emosi terutama ketika dia sedang stress dengan pekerjaannya, aku juga sering egois dan masalah-masalah rumah tangga lainnya.
Sekarang pernikahan kami memasuki tahun ke 12. Tapi aku sampai saat ini lebih memilih tinggal bersama suami daripada orang tuaku sendiri (seandainya disuruh memilih), aku tidak pernah merasakan kenyamanan dengan kenyamanan yang aku dapatkan dari suami.
Suami adalah pemimpin yang bertanggung jawab, dia selalu mengurusi ketika aku sakit, sangat perhatian, selalu meneleponku ketika langit mulai gelap dan aku masih di luar (belum pulang), beliau selalu mengingatkan untuk berhati-hati, dia care dari hal kecil sampai hal besar.
Suami adalah sumber kenyamananku, aku merasa dilindungi dan dimengerti, semua masalahku selalu dicoba untuk dicarikan solusinya dari hal kecil sampai hal besar, walaupun terkadang dia stress dengan pekerjaannya, dan tidak mau perduli untuk sesaat itu, tetapi ketika dia mulai tenang, dia selalu memperhatikan dan mencoba mencari solusi dari masalahku.
Pernah suatu kali aku bekerja, aku stress, aku ingin berhenti dari pekerjaanku, tapi bossku tidak mengijinkan aku berhenti sampai mendapatkan penggantiku, tapi aku sudah tidak mau, gajiku ditahan, aku masuk ke dalam mobil, lalu kemudian aku menelepon suamiku sambil menangis aku berkata, aku dipaksa tidak boleh berhenti, gajiku ditahan sampai dia mendapatkan pengganti, suamiku dengan tenang bilang "sudah kamu pulang ke rumah saja sekarang, nanti aku ke tempat kerjamu dan bicara dengan bos kamu dengan gajimu", aku menurutinya, pulang dan menunggu di rumah.
Suami pergi ke tempat kerja, ngomong baik-baik dengan bossku, sesampai di rumah, dia bilang "udah selesai, nih gaji kamu" aku rasanya senang sekali, aku merasa dimengerti dan selalu dibantu olehnya. Walaupun alasan aku ingin berhentipun SEPELE, tapi suami ga perduli dengan segala alasan sepeleku, suami tidak perduli dengan apapun, yang dia perduli hanya apa keinginanku, dia coba membantu semampunya.
Suamiku selalu menaruh aku dan anak-anakku diatas kepentingan pribadinya. PENGERTIAN adalah yang membuatku sangat mencintainya melebihi orang-orang terdekatku dimana selama ini tidak pernah aku dapatkan dari keluargaku sendiri, suami selalu perhatian dengan hal-hal kecil.
Suamiku adalah imamku, pemimpinku, suamiku adalah pengawalku, penjagaku, dan yang terutama SAHABAT TERBAIKKU.
Terima kasih suamiku, I can not live without you, I love you so much. Semoga di hari ulang tahunmu ini, aku berdoa kepada Tuhan supaya memberikanmu umur panjang dan kesehatan yang baik supaya kamu bisa menemaniku seumur hidupku, dan aku bisa mengurusmu ketika kamu tua nanti.
HAPPY BIRTHDAY MY SOULMATE, MY HUSBAND, MY VERY BEST FRIEND.